Secara umum yang dimaksud dengan instrument adalah suatu alat
yang memenuhi persyaratan akademis, sehingga dapat dipergunakan sebagai alat
ukur atau pengumpulan data mengenai suatu variable. Dalam bidang penelitian
instrument diartikan sebagai alat untuk mengumpulkan data mengenai
variable-variable penelitian untuk kebutuhan penelitian, sedangkan dalam bidang
pendidikan instrument digunakan untuk mengukur prestasi belajar siswa,
faktor-faktor yang diduga mempunyai hubungan atau berpengaruh terhadap hasil
belajar, perkembangan hasil belajar, keberhasilan proses belajar-mengajar dan
keberhasilan pencapaian suatu program tertentu (Djaali & Pudji Mulyono,
2007)
A. Instrumen
Evaluasi
Pada daarnya instrument dapat dibagi dua yaitu tes dan non tes.
Yang termasuk kelompok tes adalah tes prestasi belajar, tes intelegensi, tes
bakat, dan tes kemampuan akademik, sedangkan yang termasuk dalam kelompok non
tes ialah skala sikap, skala penilaian, observasi, wawancara, angket
dokumentasi dan sebagainya.
1) Tes
a. Pengertian
Secara umum tes diartika sebagai alat yang dipergunakan untuk
mengukur pengetahuan atau penguasaan objek ukur terhadap seperangkat kontendan
meteri tertentu. Menurut Sudijono (1996) tes adalah alat atau prosedur yang
digunakan dalam rangka pengukuran dan penilaian. Tes dapat juga diartikan
sebagai alat pengukur yang mempunyai standar objektif, sehingga dapat
dipergunakan secara meluas, serta betul-betul dapat dipergunakan untuk mengukur
dan membandingkan keadaan psikis atau tingkah laku individu. Sedangkan menurut
Norman (1976) tes merupakan salah satu prosedur evaluasi yang komprehensif,
sistematik, dan objektif yang hasilnya dapat dijadikan dasar dalam pengambilan
keputusan (Djaali & Pudji Mulyono, 2007).
b. Fungsi
Tes
Menurut Anas Sudijono (2001: 67) secara umum ada dua fungsi tes
antara lain:
1) Tes sebagai alat pengukur
terhadap peserta didik. Dalam hubungan ini ters berfungsi mengukur tingkat
perkembangan atau kemajuan yang telah dicapai oleh peserta didik setelah mereka
menempuh proses belajar mengajar dalam jangka waktu tertentu.
2) Tes sebagai alat pengukur
keberhasilan program mengajar di sekolah. Sebab melalui tes akan dapat
diketahui sudah berapa jauh program pengajaran yang telah ditentukan atau
dicapai.
Pendapat lain juga dikemukakan oleh Djaali & Pudji Mulyono
(2007: 7) fungsi tes dibagi menjadi tiga, antara lain:
1) Alat untuk mengukur prestasi
belajar siswa
Sebagai alat untuk mengukur prestasi belajar siswa tes
dimaksudkan untuk mengukru tingkat perkembangan atau kemajuan yang telah dicaai
siswa setelah menempuh proses belajar mengajar dalam waktu tertentu. Dalam
kaitan ini tes digunakan untuk mengukur keberhasilan program pengajaran.
Sebagai alat untuk mengukur keberhasilan program pengajaran, tes berfungsi
untuk menunjukkan seberapa jauh program pengajaran yang telah ditentukan dapat
dicapai, dan seberapa banyak yang belum tercapai serta menentukan langkah apa
yang perlu dilakukakan untuk mencapainya.
2) Sebagai motivator dalam
pembelajaran
Hampir semua ahli teori pembelajaran menekankan pentingnya umpan
balik yang berupa nilai untuk meningkatkan intensitas kegiatan belajar. Fungsi
ini dapat optimal apabila nilai hasil tes yang diperoleh siswa betul-betul
objekti dan sahih, baik secara internal maupun secara eksternal yang dapat
dirasakan langsung oleh siswa yang diberi nilai melalui tes.
3) Upaya perbaikan kulaitas
pembelajaran
Dalam rangka meningkatkan
kuaitas pembelajaran ada tiga jenis tes yang perlu dibahas, yaitu tes penempatan, diagnostik dan formatif.
4) Menentukan berhasil atau
tidaknya siswa sebagai syarat untuk melanjutkan pendidikan
Tes ini berfungsi untuk menentukan nilai yang menjadi lambing
keberhasilan siswa setelah mereka menempuh proses pembelajaran dalam waktu
tertentu
c. Jenis
tes
Ada beberapa jenis tes yang sering digunakan dalam proses
pendidikan, yaitu:
1) Tes penempatan
Tes yang dilaksanakan untuk keperluan penempatan bertujuan agar
setiap siswa yang mengikutin kegiatan pembelajaran di kelas atau pada jenjang
pendidikan tertentu dapat mengikuti kegiatan pembelajaran secara efektif,
karena dengan bakat dan kemampuannya masing-masing. Contohnya tes bakat, tes
kecerdasan dan tes minat.
2) Tes Diagnostik
Tes diagnostik dilaksanakan untuk mengidentifikasi kesulitan
belajar yang dialami siswa, menentukan faktor-faktor yang menyebabkan kesulitan
belajar dan menetapkan cara mengatassi kesulitan belajat tersebut. Dengan
demikian jelas ada kaitan yang erat antara tes penempatan dan diagnostic.
Bahkan dapat dikatakan keduanya saling melengkapi dalam memberikan kontribusi
terhadap peningkatan efektivitas kegiatan pendidikan pada suatu jenis atau
jenjang pendidikan tertentu.
3) Tes Formatif
Tes formatif pada dasarnya adalah tes yang bertujuan untuk
mendapatkan umpan balik bagi usaha perbaikan kualitas pembelajaran dalam
konteks kelas. Kulaitas pembelajaran dikelas ditentukan oleh intensitas proses
belajar (proses intern) dalam diri setiap siswa sebagai subjek belajar
sekaligus peserta didik.
4) Tes Sumatif
Hasil tes sumatif berguna untuk (a) menentukan kedudukan
atau ranking masing-masing siswa dalam kelompoknya (b) menentukan dapat atau
tidaknya siswa melanjutkan program pembelajaran berikutnya, dan (c)
menginformasikan kemajuan siswa untuk disampaikan kepada pihak lain seperti
orang tua, sekolah, masyarakat, dan lapangan kerja. Jika tes sumatif
dilaksanakan pada setiap akhir semester, maka setiap akhir jenjang pendidikan
dilaksanakan tes akhir atau biasa disebut evaluasi belajar tahap akhir (Djaali
& Pudji Mulyono, 2007)
d. Bentuk
Tes
Untuk melaksanakan
evaluasi hasil mengajar dan belajar, seorang guru dapat menggunakan dua mecam
tes, yakni tes yang telah distandarkan (standardized
test) dan tes buatan guru sendiri (teacher-made
test). Achievement
test yang biasa dilakukan oleh guru dapat dibagi menjadi dua golongan, yakni
tes lisan (oral tes) dan tes tertulis (writen tes). Tes tertulis dapat dibagi
atas tes essay dan tes objektif atau disebut juga short-answer
test (Ngalim Purwanto, 2006).
Tes Lisan
Tes lisan merupakan sekumpulan item pertanyaan atau pernyataan
yang disusun secara terencana, diberikan oleh seorang guru kepada para siswanya
tanpa melalui media tulis. Pada kondisi tertentu, seperti jumlah siswa kecil
(kelompok siswa yang praktek laboratorium) atau sebagian siswa yang memerlukan
tes remidi, maka tes lisan dapat digunakan secara efektif. Tes lisan ini
sebaiknya berfungsi sebagai tes pelengkap, setelah tes utama dalam bentuk
tertulis dilakukan (Sukardi, 2008).
Tes Essay
Secara ontology tes esai adalah salah satu bentuk tes tertulis,
yang susunannya terdiri atas item-item pertanyaan yang masing-masing mengandung
permasalahan dan menuntut jawaaban siswa melui uraian-urain kata yang
merefleksikan kemampuan berfikir siswa (Sukardi, 2008).
Menurut Sukardi (2008: 96) untuk meningkatkan mutu pertanyaan
esai sebagai alat pengukur hasil belajar yang komplek, memerlukan dua hal
penting yang perlu diperhatikan oleh para evaluator. Kedua hal penting
tersebut, yaitu: (a) bagaimana mengkonstruksi pertanyaan esai yang mengukur
perilaku yang direncanakan, dan (b) bagaiman menskor jawaban yang
diperoleh dari siswa. Berikut adalah cara-cara dalam menyusun tes esai yang
dimaksud.
1.
Para guru hendaknya memfokuskan pertanyaan esai pada materi
pembelajaran yang tidak dapat diungkap dengan bentuk tes lain misalnya tes
objektif. Ada beberapa faktor penting dalam proses belajar mengajar,yang hanya
bisa diungkap oleh tes esai.
2.
Para guru hendaknya memformulasikan item pertanyaan yang
mengungkap perilaku spesifik yang diperoleh dari pengalamanhasil belajar. Tes
yang direncanakan oleh guru, baik tes objektif maupun tes esai perlu tetap
mengukur penilaian tujuan intruksional.
3.
Item-item pertanyaan tes esai sebaiknya jelas dan tidak
menimbulkan kebingungan sehingga para siswa dapat menjawab dengan tidak
ragu-ragu
4.
Sertakan petunjuk waktu pengerjaan untuk setiap pertanyaan, agar
para siswa dapat memperhitungkan kecepatan berfikir, menulis dan menungankan
ide sesuai dengan waktu yang disediakan.
5.
Ketika mengonstruksi sejumlah pertanyaan esai, para guru
hendaknya menghindari penggunaan pertanyaan pilihan. Pertanyaan pilihan
biasanya terletak pada kalimat instruksi pengerjaan padaa aawal tes, misalnya
“pilih empat soal dari lima pertanyaaan yang tersedia”.
Menurut Sri Esti W.D (2004: 429) juga mengemukakan bahwa ada
beberapa petunjuk atau saran untuk menyusun tes isian seperti dibawah ini:
1.
Kita hendaknya tidak mengutip kalimat atau pernyataan dalam buku
teks atau buku catatan.
2.
Bagian yang kosong hendaknya hanya dapat diisi dengan satu
jawaban yang benar
3.
Bagian yang dikosongkan terdiri dari satu kata kunci, atau kata
pokok bukan sembarang kata
4.
Kalimat harus sederhana dan jelas sehingga lebih mudah
dimengerti
5.
Bagian yang kosong ditaruh diakhir kalimat, misalnya menteri
keuangan yang bertugas sekarang ialah
Tes Objektif
Merupakan tes yang cara pemeriksaannya dapat dilakukan secara
objektif yang dilakukan dengan cara mencocokkan kunci jawaban dengan hasil
jawaban testi. hal ini memungkinkan testi untuk menjawab banyak pertanyaan
dalam waktu yang relatif singkat.
Ada beberapa jenis tes objektif
1. Tes Objektif Pilihan Ganda
Item tes pilihan ganda merupakan jenis tes objektif yang paling
banyak digunakan oleh para guru. Tes ini dapat mengukur pengetahuan yang luas
dengan tingkat domain yang bervariasi. Item tes pilihan ganda memiliki semua
persyaratan sebagai tes yang baik, yakni dilihat dari segi ojektivitas,
reliabilitas, dan daya pembeda anatara siswa yang berhasil dengan siswa yang
gagal (Sukardi, 2008)
2. Tes Objektif Banar Salah
Item tes benar-salah
dibedakan menjadi dua macam bentuk yaitu, item tes bentuk regular atau tidak
dimodifikasi dan item tes bentuk modifikasi. Dibidang pendidikan umum maupun
kejuruan, item tes benar salah yang tidak dimodifikasi atau regular banyak
digunakan oleh para guru. Salah satu alasannya adalah bahwa item tes benar
salah jenis regular dapat digunakan dalam proses belajar mengajar sebagai
tehnik untuk mengawali dimulainya diskusi yang hangat, menarik dan bermakna.
Item tes betul salah apabila dicermati secara intensif , akan membawa peserta
didik kedalam diskusi isu-isu pembelajaran yang bergeser sedikit menjadi problem solving (Sukardi, 2008).
3. Tes Objektif Menjodohkan
Item tes menjodohkan
sering juga disebut matching test
item. Item tes menjodohkan ini juga termasuk dalam kelompok tes
objektif. Secara fisik , bentuk item tes menjodohkan, terdiri atas dua kolom
yang sejajar. Pada kolom pertama berisi pernyataan yang disebut daftar stimulus
dan kolom kedua berisi kata atau fakta yang disebut juga daftar respon atau
jawaban (Sukardi, 2008).
2) Non
Tes
a. Pengertian
Tehnik evaluasi nontes berarti melaksanakan penilain dengan
tidak mengunakan tes. Tehnik penilaian ini umumnya untuk menilai kepribadian
anak secara menyeluruh meliputi sikap, tingkah laku, sifat, sikap sosial,
ucapan, riwayat hidupdan lain-lain. Yang berhubungan dengan kegiatan belajar
dalam pendidikan, baik secara individumaupun secara kelompok.
Berikut adalah beberapa intrumen non tes yang sering dgunakan
dalam evaluasi dibidang pendidikan
b. Jenis-jenis
Tehnik Non Tes
Beberapa alat ukur yang hendak diuraikan padabagian ini adalah
observasi, angket, wawancara, daftar cek dan skala nilai/rating scale.
1) Observasi
Secara garis besar terdapat dua rumusan tentang pengertian
observasi, yaitu pengertian secara semmpit dan luas. Dalam arti sempit,
observasi berarti pengamatan secara langsung terhadap apa yang diteliti, Dalam
arti luas observasi meliputi pengamatan yang dilakukan secara langsungmaupun
tidak langsung terhadap objek yang diteliti (Susilo Rahardjo & Gudnanto,
2011).
Menurut Susilo Surya dan Natawidjaja ( dalam Susilo Rahardjo
& Gudnanto, 2011: 48-49) membedakan observasi menjadi observasi
partisipatif, observasi sistematis, dan observasi experimental.
1.
Observasi partisipatif, ialah observasi dimana orang yang
mengobservasi (pengamat,observer)
benar-benar turut serta mengambil bagian dalam kegiatan yang dilakukan oleh
orang atau objek yang diamati.
2.
Observasi sistematis, ialah observasi dimana sebelumnya telah
diatur struktur yang berisikan faktor-faktor yang telah diataur berdasarkan
kategori masalah nyang hendak diobservasi. Pada observasi sistematis ini
sebelumnya pengamat menyusun kisi-kisi yang memuat faktor-faktor yang akan
diobservasi beserta kategori masalahnya.
3.
Obsevasi eksperiental, ialah observasi yang dilakukan secara
nonpartisipatif dan secara sistematis, untuk mengetahui perubahan-perubahan
atau gejala-gejala sebagai akibat dari situasi yang sengaja diadakan.
2) Angket
Ign Masidjo (1995: 70)
menyatakan bahwa angket adalah suatu daftar pertanyaan tertulis yang terinci
dan lengkap yang harus dijawab oleh responden tentang pribadinya atau hal-hal
yang diketahuinya. Sedangkan Susilo Rahardjo & Gudnanto (2011: 92)
mengemukakan angket atau kuesioner adalah
merupakan suatu tehnik atau cara memehami siswa dengan mengadakan komunikasi
tertulis, yaitu dengan memberikan daftar pertanyaan yang harus dijawab atau
dikerjakan oleh resonden secara tertulis juga.
Pada pokoknya angket dibagi menjadi dua, berdasarkan cara
menjawab pertanyaan dan bagaimana jawaban diberikan. Ditinjau dari cara
menjawab pertanyaannya angket dapat dibagi dua. Yaitu angket terbuka dan
tertutup (Ign. Masidjo, 1995). Sedangkan menurut Susilo Rahardjo & Gudnanto
(2011: 95-97) dilihat dari bentuk pertanyaannya angket dibedakan menjadi tiga
yaitu: angket terbuka, angket tertutup dan angket terbuka tertutup.
1.
Angket terbuka, ialah angket yang menggunakan
pertanyaan-pertanyaan terbuka. Responden diberikan jawaban sebebas-bebasnya
untuk menjawab pertanyaan-pertnyaan yang disediakan.
2.
Angket tertutup, ialah angket yang menggunakan
pertnyaan-pertanyaan tertutup. Responden tinggal memilih jawaban-jawaban yang
sudah disediakan.
3.
Angket terbuka dan tertutup, ialah angket yang
pertanyaan-pertanyaannya berupa gabungan dari pertnyaan terbuka dan tertutup,
baik dalam suatu item, maupun dalam keseluruhan item. Pada umunya angket ini
banyak digunakan untuk kepentingan bimbingan dan konseling.
3) Wawancara
Kompetensi evalausi lain
yang juga perlu dimiliki oleh para guru sebagai evaluator dibidang pendidikan
adalah penggunaan evaluasi non tes dengan menggunakan tehnik
wawancara/interview. Mengenai apa yang dimaksud dengan wawancara dalam evaluasi
non tes. Johnson and Johnson (dalam Sukardi, 2008: 187) menyatakan sebagai
berikut: An interview is
a personal interaction between interviewer (teacher) and one or more
interviwees (students) in which verbal questions are asked. Wawancara
adalah interaksi pribadi antara pewawancara (guru) dengan yang diwawancarai
(siswa) dimana pertanyaan verbal diajukan kepada mereka.
Dalam wawancara ada beberapa persyaratan penting yang perlu
diperhatikan:
1.
Adanya interaksi atau tatap muka guru dengan siswa
2.
Adanya percakapan verbal diantara mereka dan memiliki tujuan
tertentu
Dalam konteks evaluasi pendidikan, wawancara dapat dilakukan
secara individual maupun secara berkelompok, dimana seorang guru bertatap muka
dan melakukan tenya jawab terhadap siswanya. Di samping itu wawancara dapat
dilakukan baik sebelum, selama dan sesudah proses belajar mengajar berlangsung
(Sukardi, 2008).
4) Daftar cek
Daftar cek adalah sebuah daftar yang memuat sejumlah pernyataan
singkat, tertulis tentang berbagai gejala yang dimaksudkan sebagai penolong
pencatatan ada tidaknya sesuatu gejala dengan cara member tanda cek (V) pada
setiao emunculan gejala yang dimaksud. Daftar cek bertujuan untuk mengetahui
apakah gejala yang berupa pernyataan yang tercantum dalam daftar cek ada atau
tidak ada pada seorang individu atau kelompok (Ign. Masidjo, 1995).
5) Skala nilai/Rating scale
Skala rating merupakan alat ukur ketrampilan yang masij juga
tergolong alat ukur non tes. Seperti alat ukur daftar cek lis, alat ukur ini
juga sudah lama digunakan dibidang evaluasi pendidikan. Pada umunya, alat ukur
rating terdiri atas dua bagian, yaitu:
1.
Satu rangkaian karakteristik atau kualitas yang hendak dinilai
2.
Beberapa tipe skala ukur yeng menunjukkan tingkat atau derajat
atribut subjek atau objek yang ada (Crondlund & Linn, dalam Sukardi, 2008).
Skala rating bukan hanya sebuah daftar karakteristik , tetapi
juga usaha evaluator dalam mendeskriosikan siswa atau responden dengan
karakteristik multitingkat (Sukardi, 2008).
B. Persyaratan
Instrumen Evaluasi
Sebuah instrumen evaluasi hendaknya memenuhi syarat sebelum di
gunakan untuk mengevaluasi atau mengadakan penilaian agar terhindar dari
kesalahan dan hasil yang tidak valid (tidak sesuai kenyataan sebenarnya). Alat
evaluasi yang kurang baik dapat mengakibatkan hasil penilaian menjadi bias atau
tidak sesuainya hasil penilaian dengan kenyataan yang sebenarnya, seperti
contoh anak yang pintar dinilai tidak mampu atau sebaliknya. Jika terjadi
demikian perlu ditanyakan apakah persyaratan instrumen yang digunakan menilai
sudah sesuai dengan kaidah-kaidah penyusunan instrumen.
Menurut Sukardi (2008: 8) mengemukakan bahwa, suatu evaluasi
memenuhi syarat-syarat sebelum diterapkan kepada siswa yang kemudian
direfleksikan dalam bentuk tingkah laku. Evaluasi yang baik, harus
mempunyai syarat seperti berikut: 1) valid, 2) andal, 3) objektif , 4)
seimbang, 5) membedakan, 6) norma, 7) fair, dan 8) praktis.
Sedangkan Wina Sanjaya (2008: 352-354), mengatakan bahwa
syarat-syarat alat evaluasi yang baik harus:
1) Memberikan motivasi
Memberikan penilaian evaluasi diarahkan untuk meninkatkan
motivasi belajar bagi siswa melalui upaya pemahaman akan kekuatan dan kelemahan
yang dimiliki baik oleh guru maupun siswa. Siswa perlu memahami makna dari
hasil penilaian.
2) Validitas
Penilaian diarahkan bukan semata-mata untuk melengkapi syarat
administrasi saja, akan tetapi diarahkan untuk memperoleh informasi tentang
ketercapaian kompetensi seperti yang terumuskanan dalam kurikulum. Oleh sebab
itu, penilaian tidak menyimpang dari kompetensi yang ingin dicapai. Dengan kata
lain penilaian harus menjamin validitas.
3) Adil
Setiap siswa memiliki kesempatan yang sama dalam proses
pembelajaran tanpa memandang perbedaan sosial-ekonomi, latar belakang budaya
dan kemampuan. Dalam penilaian, siswa disejajarkan untuk mendapatkan
perlakuan yang sama.
4) Terbuka
Alat penilaian yang baik adalah alat penilaian yang dipahami
baik oleh penilai maupun yang dinilai. Siswa perlu memahami jenis atau prosedur
penilaian yang akan dilakukan beserta kriteria penilaian. Keterbukaan ini bukan
hanya akan mendorong siswa untuk memperoleh hasil yang baik sehingga motovasi
belajara mereka akan bertambah juga, akan tetapi sekaligus mereka akan memahami
posisi mereka sendiri dalam pencapaian kompetensi.
5) Berkesinambungan
Penilaian tidak pernah mengenal waktu kapan penilaian seharusnya
dilakukan. Penilaian dilakukan secara terus-menerus dan berkesinambungan.
6) Bermakna
Penilaian tersusun dan terarah akan memberikan makna kepada
semua pihak khususnya siswa untuk mengetahui posisi mereka dalam
memperoleh kompetensi dan memahami kesulitan yang dihadapi dalam mencapai
kompetensi. Dengan demikian, hasil penilaian itu juga bermakna bagi guru juga
termasuk bagi orang tua dalam memberika bimbingan kepada siswa dalam upaya
memperoleh kompetensi sesuai dengan target kurikulu.
7) Menyeluruh
Kurikulum diarahkan untuk perkembangan siswa secara utuh, baik
perkembangan afektif, kognitif maupun psikomotorik. Oleh sebab itu, guru dalam
melaksanakan penilaian harus menggunakan ragam penilaian, misalnya tes,
penilaian produk, skala sikap, penampilan, dan sebagainya. Hal ini sangat
penting, sebab hasil penilaian harus memberikan informasi secara utuk tentang
perkembangan setiap aspek.
8) Edukatif
Penilaian kelas tidak semata-mata diarahkan untuk memperoleh
gambaran kemampuan siswa dalam pencapaian kompetensi melalui angka yang
diperoleh, akan tetapi hasil penilaian harus memeberikan umpan balik untuk
memperbaiki proses pembelajaran, baik yang dilakukan oleh guru maupun siswa,
sehingga hasil belajar lebih optimal. Dengan demikian, proses penilaian tidak
semata-mata tanggung jawab guru akan tetapi juga merupakan tanggung jawab
siswa. Artinya siswa harus ikut terlibat dalam proses penilaian, sehingga
mereka meyadari, bahwa penilaian adalah bagian dari proses pembelajara.
Sedangkan Daryanto (1997: 19-28) membagi syarat-syarat evaluasi
menjadi 5 (lima) bagian, diantaranya:
1) Keterpaduan
Evaluasi merupakan komponen integral dalam program
pengajaran disamping tujuan serta metode. Tujuan inttruksional, materi
dan metode, serta evaluasi merupakan tiga keterpaduan yang tidak boleh
dipisahkan.
2) Koherensi
Dengan prinsip koherensi diharapkan evaluasi harus
berkualitas dengan materi pengajran yang sudah disajikan dan sesuai dengan
ranah kemampuan yang hendak diukur.
3) Pedagogis
Evaluasi perlu diterapkan sebagai upaya perbaikan sikap dan
tingkah laku ditinjau dari segi pedagogis. Evaluasi dan hasilnya hendaknya
dapat dipakai sebagai alat motivasi untuk siswa dalam kegiatan
belajarnya.
4) Akuntabilitas
Sejauh mana keberhasilan
program pengajaran perlu disampaikan kepada pihak-pihak yang berkepentingan
dengan pendidikan sebagai laporan pertanggungjawaban (accountability).
DAFTAR
PUSTAKA
Daryanto. 1997. Evaluasi Pendidikan. Solo: Rineka Cipta.
Djiwandon, Sri Esti W.
(2004). Psikologi Pendidikan
(Rev-2). Jakarta: Gramedia
Djaali & Mulyono,
Pudji. (2007). Pengukuran dalam
Bidang Pendidikan. Jakarta: Grasindo
Masidjo, Ign. (1995). Penilaian Hasil Belajar Siswa Di Sekolah.
Yogjakarta: Kanisius.
Rahardjo, Susilo & Gudnanto. (2011) Pemahaman Individu
(teknik Non Tes). Kudus:
Purwanto, Ngalim. (2006). Prinsip-Prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran.
Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Sudijono, Anas. (2001). Pengantar Evaluasi pendidikan.
Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Sanjaya, Wina. 2008. Kurikulum dan Pembelajaran. Bandung:
Kencana Prenada Media Group.
Sukardi. (2008). Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara
Tidak ada komentar:
Posting Komentar